Lhokseumawe iNewsAcehUtara.id
Peneliti muda Universitas Syiah Kuala (USK) yang memenangkan Program Kreativitas Mahasiswa kategori Riset Sosial Humaniora melakukan penelitiannya mengkaji mengenai nilai mitigasi bencana pada arsitektur Rumoh Aceh. Tim ini diketuai oleh Nauma Laila yang berasal dari Program Studi Pendidikan Geografi dan terdiri dari empat anggota lintas jurusan, yaitu Nabilla Maharani, Naifa Azzahra, Kania Egidia, dan Nazwa Musyada. Melalui bimbingan dari Dr. Cut Dewi, S.T., M.T., M.Sc, mereka mengangkat judul “Pengaruh Modernisasi Rumoh Aceh Terhadap Kearifan Lokal Nilai Mitigasi Bencana Yang Melekat Pada Arsitektur Rumoh Aceh Tradisional”.
Riset ini berangkat dari fenomena modernisasi yang terjadi disemua lini kehidupan. Modernisasi juga telah mempengaruhi sosial budaya masyarakat Aceh. Saat ini sulit menemukan Rumoh Aceh yang masih tradisional karena sudah dimodifikasi mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan pemiliknya. Padahal, Rumoh Aceh dengan arsitektur tradisional memiliki nilai mitigasi bencana, mengingat Aceh terletak di daerah yang rawan mengalami bencana alam. Rumoh Aceh sejatinya terbentuk dari adaptasi masyarakat dengan lingkungan tempat tinggalnya. Terhitung sejak 200 tahun lalu, pihak Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) pada tahun 2015 mencatat sebanyak 454 bencana telah terjadi di Aceh, 3 diantaranya adalah wabah penyakit. Melihat fenomena dan track record tersebut, tim ingin melihat lebih jauh alasan dibalik modifikasi Rumoh Aceh dan dampaknya terhadap nilai mitigasi bencana yang sebelumnya ada.
Sebagai desa wisata kebudayaan Aceh yang terkenal memiliki banyak bangunan adat Aceh, Gampong Lubuk Sukon dipilih menjadi lokasi penelitian. Sebanyak 10 Rumoh Aceh dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini. Untuk mendapatkan data yang valid,
penelitian kualitatif-deskriptif ini menggunakan metode triangulasi yang terdiri dari kajian literatur, observasi dan wawancara. Selain melakukan pengamatan terhadap Rumoh Aceh, pemilik juga dijadikan sebagai narasumber untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas mengenai objek. Adapun narasumber ahli berasal dari background yang berbeda, yaitu ahli arsitektur, ahli struktur bangunan, dan ahli kearifan lokal Rumoh Aceh.
Temuan tim menunjukkan bahwa modifikasi yang paling banyak terjadi adalah penambahan ruang beton dibagian belakang atau bawah Rumoh Aceh. Hal ini dikarenakan faktor kebutuhan ruang dan kemudahan akses. Umumnya masyarakat yang memiliki Rumoh Aceh adalah masyarakat yang sudah lansia atau keturunanya yang merupakan pewaris, sehingga penghuni Rumoh Aceh terdiri dari beberapa generasi. Selain itu, kemudahan beraktivitas juga menjadi alasan karena pemiliknya yang mengalami kesulitan untuk naik turun Rumoh Aceh. Bentuk modifikasi lain adalah penggantian material, Material Rumoh Aceh yang berasal dari alam seperti kayu dan daun rumbia juga terbilang cukup mahal sehingga masyarakat memilih mengganti penggunaan material tersebut.
Dalam kajian ini juga membahas mengenai dampak dari modifikasi Rumoh Aceh terhadap nilai kebencanaan. Dampak tersebut kemudian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) tidak memiliki pengaruh apapun; 2) mengurangi nilai mitigasi; dan 3) mampu menambah nilai mitigasi. Pada kelompok pertama, meskipun tidak berpengaruh akan tetapi elemen modifikasi dalam kelompok ini berupa tiang dan lantai dapat mempengaruhi kekokohan bangunan. Selain itu, tidak berpengaruhnya modifikasi juga dikarenakan adanya penyesuaian dengan elemen modifikasi lain. Kemudian pada kelompok kedua, modifikasi yang mengurangi nilai mitigasi bencana terdapat pada elemen penambahan ruang. Meskipun tidak signifikan, akan tetapi tambahan ruang akan membuat tiang dan tembok saling berbenturan ketika gempa terjadi. Sedangkan perubahan penggantian kulah bak ie atau guci air menjadi keran air dapat menambah nilai mitigasi bencana. Hal ini dikarenakan melalui penggunaan kulah, maka air yang digunakan akan lebih higienis karena merupakan air yang mengalir.
“Sejauh ini, belum ada penelitian yang menggabungkan pengaruh modernisasi terhadap nilai mitigasi bencana yang terdapat dalam arsitektur Rumoh Aceh. Oleh karena itu, penelitian dan kajian mengenai hal tersebut menjadi topik baru yang dapat dipelajari lebih lanjut,” ujar Nauma Laila selaku ketua tim PKM RSH Rumoh Aceh. Sebelumnya, Tim Rumoh Aceh harus terlebih dahulu melewati proses seleksi hingga akhirnya berhasil mendapatkan pendanaan dari penyelenggara yaitu Kemendikbud. Melalui pendanaan tersebut, tim Rumoh Aceh berhasil menyelesaikan penelitian sampai dengan menulis artikel ilmiah. Temuan tersebut tidak hanya ditulis dalam bentuk artikel saja, tetapi juga dikemas dalam bentuk yang lebih interaktif. Sampai saat ini tim telah membuat buku pop up dan booklet yang berisikan keunikan aceh dan rumoh adatnya serta memuat hasil kajian mereka. Selain itu, untuk membantu mempromosikan gampong lubuk sukon sebagai desa wisata edukatif, maka tim juga menyiapkan leaflet yang berisikan objek-objek Rumoh Aceh di Lubuk Sukon dan fakta menarik lainnya.
Kajian yang dilakukan tim Rumoh Aceh ini telah mendapat dukungan dari berbagai pihak. Salah satu yang menyatakan dukungannya adalah LSM Generasi Edukasi Nanggroe Aceh (GEN-A). Sebagai lembaga training dan edukasi, GEN-A juga menyatakan keinginan untuk menjadikan hasil kajian sebagai materi dalam kegiatannya. Selain itu, desiminasi yang dilakukan kepada sejumlah instansi, diantaranya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Museum Aceh, dan Majelis Adat Aceh juga memberikan apresiasi terhadap kajian ini. Rencananya pada Agustus nanti diselenggarakan seminar bertema “Muda Bicara Budaya dan Bencana Aceh” yang menghadirkan tiga narasumber dengan topik berbeda. Acara kolaborasi antara Tim Rumoh Aceh, GEN-A dan TDMRC USK ini diadakan dalam rangka memperingati 20 Tahun Tsunami Aceh. Tim berharap semoga upaya mereka menyebarkan informasi Rumoh Aceh dan temuan mereka melalui media yang beragam mampu menjangkau banyak kalangan khusunya pemuda pemudi Aceh.
Editor : Muhammad Jafar